Tuesday, October 27, 2009

Motivasi Kerja di Negara Berkembang



Motivasi Kerja di Negara Berkembang


1. Tujuan Penelitian

Teknik peristiwa penting (yang memerlukan responden yang membuat orang bekerja sangat keras) yang sangat sedikit dipakai untuk menguji motivasi kerja di sebuah negara berkembang. Analisis isi peristiwa yang disebutkan oleh 341 responden pada 11 organisasi yang berbeda dan lima kelompok pekerjaan menghasilkan perangkat item utama: (a). perihal kesempatan pertumbuhan dan kemajuan, (b). item-item yang berkenaan dengan sifat kerja itu sendiri, (c). unsur-unsur perlengkapan materi dan fisik, (d). item-item yang berkenaan dengan hubungan antar-perorangan, (e) perhatian mengenai keadilan/kejujuran praktek organisasi, dan (f). item-item masalah pribadi. Item-item ini kemudian dipakai untuk membuat kuisioner untuk 80 orang responden. Frekuensi sebutan item-item yang memotivasi dan yang menghilangkan motivasi sangat berhubungan dengan respon pada kuisioner yang dibuat dari peristiwa-peristiwa kritis. Item-item motivasional mengandung unsur beberapa teori motivasi kerja yang terkenal yang dikembangkan dan diteliti di tempat-tempat kerja di Amerika, tetapi beberapa item mungkin unik untuk negara berkembang. Lebih jauh, terdapat keterangan bahwa beberapa unsur lebih sering disebut sebagai demotivator dan yang lainnya sebagai motivator yang sesuai dengan pemikiran umum yang mendasari teori dua faktor motivasi.


2. Dasar Teori

Riset dalam ilmu-ilmu perilaku terutama dalam psikologi telah membawa kepada perkembangan, pengujian, dan penyaringan beberapa teori dan gagasan (Adam, 1965; Herzberg, Mausner & Snyderman, 1959; Locke, 1968; Vroom, 1964) untuk menjelaskan dan memprediksi motivasi di lingkungan kerja. Kebanyakan riset ini telah mempelajari masyarakat di negara industri maju. Sangat sedikit yang diadakan di negara berkembang, terutama yang kurang berkembang diantara negara-negara itu. Saat ini, ketika bangsa yang terbelakang berusaha mengindustrialisasikan dan membangun ekonominya, mereka menghadapi masalah utama, salah satunya adalah bagaimana memotivasi kekuatan kerja mereka. Masalah motivasi terus mengganggu banyak negara berkembang dan merupakan bukti dari produktivitas yang rendah dari banyak negara berkembang ini, meskipun terdapat peminjaman modal dan teknologi yang ramai dari negara industri.

Meskipun masalah motivasi telah jelas di banyak negara berkembang (produktivitas yang sangat rendah dan komplain yang terus-menerus dari para pemimpin politik di beberapa negara berkembang tentang “produktivitas yang rendah,” “ketidakefisienan,” dan “kurangnya kemauan” untuk bekerja keras pada sebagian tenaga kerja: Lamb, 1979), beberapa penelitian yang sistimatis tentang motif, nilai, kebiasaan dan orientasi yang mempengaruhi perilaku kerja telah diadakan di negara-negara ini. Pengakuan masalah rendahnya produktivitas di negara berkembang mendorong “dialog Selatan-Utara” global, sebuah pertemuan yang paling akhir yang diadakan di Cancun, Meksiko (“Sebuah Pertemuan Puncak Kelangsungan Hidup,” 1981), tetapi sedikit yang sudah dilakukan untuk meneliti motivasi kerja di negara yang industrinya tidak menguntungkan. Malahan, seperti yang benar diamati oleh Heller (1969), penekanan ditempatkan pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, pembangkit listrik, komunikasi, jaringan kerja dan sebagainya. Meskipun aspek-aspek industrialisasi seperti itu memberikan tempat kerja, reaksi yang mereka peroleh dari masyarakat di berbagai belahan dunia tidak akan sama. Dugaan yang implisit tetapi tidak beralasan dalam memberikan tekanan fisik pada faktor manusia adalah bahwa masyarakat di negara-negara ini akan merespon situasi kerja hanya seperti yang dilakukan oleh teman-teman mereka di negara industri. Bagaimanapun juga, “motivasi yang dimiliki anggota, kerja dan kemajuan organisasi mungkin berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya” (Tannenbaum, 1980, hal. 283).

Riset antarbudaya pada motivasi (misal: Barret & Bass, 1976; Tannenbaum, 1980) memiliki batasan-batasannya. Pertama, riset antarbudaya cenderung menekankan perbandingan antarbudaya daripada penerapan praktis yang paling dibutuhkan negara berkembang. Bahkan perbandingan antarbudaya ini telah memasukkan secara relatif beberapa negara berkembang. Lebih jauh, karena para peneliti antarbudaya seringkali memusatkan pada pengesahan teori yang dikembangkan dalam satu budaya di negara lain, mereka bisa kehilangan beberapa dari komponen motivasi dalam budaya lainnya. Kelemahan riset antarbudaya menyebabkan Robert (1970) menyimpulkan tinjauan penilaiannya terhadap riset di bidang psikologi organisasi dengan pernyataan bahwa “tambahan dalam pengetahuan tampak minimal dan mungkin membuang-buang tenaga yang hingga kini ditempatkan dalam kerja antar budaya” (hal. 345).

Dalam studi saat ini, para pekerja diminta menggambarkan peristiwa ketika mereka bekerja “sangat keras” dan ketika mereka “melakukan usaha yang sangat sedikit” dalam kerja mereka, yang berarti tidak bekerja keras. Bekerja sangat keras dan melakukan usaha yang sangat sedikit dalam bekerja dianggap berhubungan dengan motivasi tinggi dan rendah.


3. Metode Penelitian

Wawancara semistruktur dalam bahasa Inggris diadakan menggunakan item-item berdasarkan item yang dipakai oleh Flanagan (1954, hal. 142) dan Herzberg dkk (1959, hal. 141-142). Semua pertanyaan diajukan untuk pengujian awal pada sampel 40 pekerja Zambia sebelum mereka diberikan seperangkat pertanyaan akhir yang dipakai dalam studi ini. Pertanyaan yang kelihatan tidak dapat dipahami atau tidak jelas dan yang tidak menimbulkan respon yang berarti dalam studi percobaan diubah, dibetulkan, atau dihilangkan. Karena beberapa pekerja pada pekerjaan tingkat rendah tidak dapat berbicara, membaca atau menulis dalam bahasa Inggris, pertanyaannya diterjemahkan ke bahasa Zambia (Bemba dan Nyanja) yang digunakan di wilayah industri dan kota utama di negara itu. Teknik penerjemahan-kembali dipakai. Versi Bemba dan Nyanja dipakai hanya oleh pekerja yang tidak dapat berbahasa Inggris (kebanyakan mereka yang termasuk kelompok pekerja umum). Mereka juga diberikan tes awal.


4. Subyek Penelitian

Sampel terdiri dari 341 pekerja Zambia yang meliputi 65 manajer atau administrator senior, 53 pegawai teknis, 72 sekretaris, stenografer dan tukang tik, 62 pramuniaga, dan 84 pekerja setengah ahli dan umum termasuk buruh. Kelima kelompok kerja itu dipilih karena mereka mewakili kategori karyawan/pekerja yang ada pada banyak organisasi. Para pekerja diambil dari pemerintahan, gabungan perusahaan pemerintah-swasta, dan organisasi swasta. Dari 341 pekerja, 55 orang diambil dari departemen pemerintah, 241 orang dari perusahaan gabungan pemerintah-swasta, dan 54 orang berasal dari perusahaan swasta. Sembilam puluh empat pekerja adalah wanita, dan 247 sisanya pria. Usia responden berkisar dari 19 sampai 67 tahun dengan usia rata-rata 31,5 dan baik modus dan mediannya adalah 30 tahun. Lamanya pendidikan berkisar dari 0 sampai 20 tahun dengan rata-rata 11,3 tahun. Modus dan mediannya berturut-turut adalah 13 dan 12 tahun. Lamanya bertempat tinggal di kota dalam sampel bermacam-macam dari 2 sampai 50 tahun dengan rata-rata 21,2. Modusnya adalah 23 dan mediannya 22 tahun.


5. Hasil Penelitian

Variabel motivasi yang diidentifikasi dari analisis isi peristiwa kritis yang sangat memotivasi (“baik”) dan yang berusaha sedikit (“buruk”) ditunjukkan dalam Tabel 1. frekuensi untuk peristiwa kritis yang buruk agak lebih rendah dari peristiwa kritis yang baik. Penjelasan yang mungkin untuk perbedaannya barang kali adalah bahwa para pemegang jabatan dapat menggambarkan perilaku efektif secara lebih efektif daripada perilaku yang tidak efektif mereka dan oleh karena itu cenderung kurang menyebutkan perilaku yang tidak efektif (Vroom & Maier, 1961). Kedua kelompok tema didaftar dalam urutan menurun frekuensi sebutan. Jika frekuensi sebutan dilihat sebagai suatu indikasi besarnya sebuah dampak variabel terhadap motivasi kerja, lalu pengaruh variabel terhadap motivasi meningkat mendekati puncak daftar.

Dari Tabel 1 jelas bahwa banyak tema yang disebutkan dalam peristiwa kritis seperti yang mendorong kerja keras adalah juga yang dihubungkan dengan penghilangan kerja keras. Ialah ketidakadaan atau kurangnya kondisi yang memotivasi upaya tambahan juga penting dalam mengurangi motivasi. Ini benar untuk bayaran, hubungan antarperorangan, promosi (iklan), keamanan kerja, pengawasan, kesempatan untuk tambahan pembelajaran dan pelatihan, dll. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Lawler (1973) bahwa baik “motivator” dan “higien” dapat mempengaruhi motivasi dan demotivasi dan tentu saja bertentangan dengan pemikiran dua-faktor Herzberg (Herzberg dkk, 1959).


6. Kesimpulan

Motivasi kerja di Zambia tampak ditentukan oleh enam faktor yaitu: sifat kerja, pertumbuhan dan kemajuan, perlengkapan/persediaan materi dan fisik, hubungan dengan orang lain, keadilan/ketidakadilan dalam praktek organisasi, dan masalah sosial. Semua kecuali satu dari keenam kategori item timbul mempengaruhi motivasi kerja baik secara positif maupun negatif. Apalagi kategori-kategori ini cenderung memiliki dampak positif/negatif yang berbeda terhadap motivasi, yakni faktor tertentu cenderung memiliki potensi yang lebih besar untuk meningkatkan daripada menurunkan motivasi atau sebaliknya.

Item-item yang disebutkan oleh responden asal Zambia adalah sesuai dengan unsur beberapa (proses dan isi) perumusan motivasi kerja (latar tujuan), teori dua-faktor, teori prestasi keperluan, dan teori keadilan/kewajaran. Pengaruh kuat resolusi yang tidak adil terhadap perilaku kerja adalah jelas dalam item yang berhubungan dengan keadilan/ketidakadilan praktek organisasi. Unsur latar tujuan dan teori prestasi keperluan ada dalam penggolongan sifat kerja.

Studi-studi seperti satu yang dilaporkan disini mungkin terbukti berharga untuk negara berkembang sepanjang mereka membantu para pemimpin di negara-negara ini meningkatkan produktivitas kerja. Tetapi harus diingat bahwa studi ini hanyalah penyelidikan dan riset prediktif retrospektif atau kausal (sebab-akibat) dibutuhkan untuk menghubungkan komponen motivasi pada hasil/akibat semacam itu seperti pergantian, ketidakhadiran, kecelakaan, dan produktivitas. Untuk riset demikian dan juga untuk aplikasi praktis, skala berdasarkan keenam faktor harus dikembangkan dan disyahkan secara lokal.

Riset ini harus ditiru di negara berkembang lainnya, terutama negara yang memiliki kondisi sosial, budaya, dan ekonomi yang mirip dengan Zambia.


Keywords : jurnal psikologi terapan, motivasi kerja







No comments:

Post a Comment